Haji Abdul Malik Karim Amrullah (selanjutnya ditulis
Buya Hamka) merupakan putra dari seorang ulama besar yaitu Syekh Abdul Karim
Amrullah atau yang sering disebut Haji Rosul. Haji Rosul adalah pelopor dari
Gerakan Islam “Kaum Muda” di Minangkabau yang memulai gerakannya pada tahun
1908. Kelahiran dan kehidupan masa kecilnya sangat dipengaruhi oleh beberapa
variabel lingkungan sosial. Pertama adalah peran sosial dan harapan-harapan
ayahnya terhadap Buya Hamka. Kedua, kampung tempat dia dilahirkan. Ketiga,
asimilasi adat Islam yang mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Buya Hamka
dibesarkan dalam lingkungan ulama, maka tidak heran apabila Haji Rosul
menginginkan anaknya kelak menjadi seorang alim ulama seperti dirinya dan
dikagumi banyak orang.
Museum Rumah
Kelahiran Buya Hamka adalah museum yang
terletak di sekitar tepian Danau
Maninjau, tepatnya di Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten
Agam, Sumatera Barat. Museum ini mulai dibangun pada tahun
2000 dan diresmikan pada tahun 2001 oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Zainal
Bakar. Sesuai dengan namanya, museum ini mengkhususkan diri pada koleksi
benda-benda peninggalan Buya Hamka, yang bangunannya
merupakan rumah yang ditempati Hamka sejak lahir hingga sebelum pindah ke Padang
Panjang.
Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka terletak pada
ketinggian yang lebih tinggi 5 meter dari jalan raya
di sekitarnya. Museum ini menghadap ke arah barat atau Danau
Maninjau dan membelakang ke arah timur. Museum ini memiliki bentuk arsitektur
layaknya Rumah Gadang dengan atap bergonjong dan
hiasan ukiran Minang.
Museum ini mulai dibuka pukul 8.00 hingga pukul 15.00
waktu setempat. Namun biasanya akan tetap dibuka untuk sementara waktu meski
pengunjung melewati batas waktu kunjungan. Dari sekian orang yang mengunjungi
museum ini, kebanyakan mereka bukan orang Indonesia,
melainkan dari Malaysia,
Singapura,
dan Brunei Darussalam.
Bangunan museum ini sebelumnya merupakan rumah yang
ditempati Haji Abdul Malik Karim Amrullah
atau akrab dipanggil Hamka sejak lahir hingga sebelum pindah ke Padang
Panjang. Rumah milik nenek Hamka tersebut hampir diluluhlantakan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Setelah sekian lama, pada tahun 2000 muncul gagasan dari Gubernur Sumatera Barat, Zainal
Bakar untuk membangun kembali rumah tersebut dengan tetap mempertahankan
bentuk aslinya lalu menjadikannya sebagai museum. Dengan
bantuan dana dari berbagai pihak baik yang ada di Sumatera
Barat maupun di luar Sumatera Barat terutama Malaysia,
dalam waktu 11 bulan pembangunan museum ini dapat diselesaikan dan diresmikan
oleh Zainal Bakar pada tanggal 11
November 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar