Kata
Tabuik berasal dari bahasa Arab yang
mempunyai beberapa pengertian. Pertama, tabuik diartikan sebagai “keranda” atau
“peti mati”. Pengertian yang lain mengatakan bahwa tabuik artinya adalah peti
pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian
Bani Israel dengan Allah. Tabut pada mulanya sebuah peti kayu yang dilapisi
dengan emas sebagai tempat penyimpanan manuskrip Taurat yang ditulis di atas
lempengan batu. Akan tetapi tabuik kali ini tidak lagi sebuah kotak peti kayu
yang dilapisi oleh emas. Namun, yang diarak oleh warga Pariaman adalah sebuah
replika menara tinggi yang terbuat dari bambu, kayu, rotan dan berbagai macam
hiasan. Puncak menara adalah sebuah hiasan yang berbentuk payung besar dan
bukan hanya dipuncak, beberapa sisi menara dihiasi payung-payung kecil yang berjuntai.
Tidak seperti menara lazimnya bagian sisi-sisi sayap itu, terpasang pula
ornamen ekor dan sebuah kepala manusia seperti waja wanita lengkapndengan
kerudung. Bambu-bambu besar menjadi pondasi sekaligus tempat pegangan untuk
mengusung tabuik yang terlihat kokoh dan sangat berat.
Tabuik Pariaman, merupakan daya tarik
pariwisata yang hebat ke Kota Pariaman. Tentu akan lebih baik lagi jika makin
banyak ikon yang bisa jadi penarik uang mengalir ke Kota Pariaman.
Kessejahteraan dan kemajuan ekonomi masyarakat harus dijadikan tolak ukur
kemajuan daerah di masa mendatang. Apa jadinya suatu daerah dinyatakan sebagai
kawasan kaya, jika yang menikmatinya hanya segelintir orang saja, contohnya
para pengusaha dan pejabat. Kekayaan suatu daerah harusnya dapat dinikmati oleh
semua warga masyarakat. Jika kekayaan daerah itu diumpamakan sseperti kue, maka
hendaknya semua orang bisa mencicipinya, atau besar potongannya tidak sama,
karena tergantung pada pengorbanan masing-masing untuk mendapatkan kue
tersebut. Jangan pula nanti kejadiannya seperti tanah Papua yang kaya emas.
Warganya tidak bisa dikatakan kaya, walau tanah tempat mereka berpijak kaya
akan emas. Sumber daya alam mereka tidak dapat mereka nikmati secara maksimal
dan sebagainya malah masih hidup dalam pola tradisional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar